Sekarang, polemik pelarangan bercadar sudah mereda. Namun demikian, Ombudsman RI Perwakilan Sumbar tetap menindaklanjuti laporan dari Doktor Hayati Syafri. Dosen perempuan itu tidak diberikan jam mengajar gara-gara mengenakan cadar.
Senin (30/4) ini, Ombudsman RI Perwakilan Sumbar kembali memanggil pihak IAIN Bukittinggi. Hal ini terkait dengan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang dilakukan Ombudsman dalam menyelidiki pengaduan tersebut.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Adel Wahidi mengatakan, pihaknya menemukan indikasi dugaan maladministrasi dalam pemberian sanksi kode etik dan disiplin kepada Hayati.
"Ada beberapa poin dari kebijakan Rektor IAIN Bukittinggi yang diduga menyalahi aturan pemberian sanksi kode etik terhadap dosen Hayati," sebut Adel di kantor Ombudsman Perwakilan Sumbar, Kota Padang, Senin (30/4).
Seharusnya, rektor menjatuhkan sanksi berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan Dosen (DKD). Namun DKD sendiri baru dibentuk pihak kampus pada 28 Desember 2017. Sementara dosen Hayati mendapat sanksi pertama pada 4 Desember 2017.
"Harusnya, DKD kode etik dosen dibentuk terlebih dahulu dan wewenang sanksi dijatuhkan berdasarkan keputusan DKD. Sayangnya, DKD justru dibentuk setelah pihak kampus mengeluarkan sanksi pertama," jelas Adel.
IAIN Bukittinggi juga belum mengatur tentang kode etik berpakaian formal sebelum sanksi dijatuhkan. "Atas dugaan maladministrasi itu, kami meminta Rektor IAIN Bukittinggi mencabut dan membatalkan kembali sanksi yang telah diberikan pada dosen Hayati Syafri. Serta memulihkan hak fungsional dosen bersangkutan termasuk memberikan jam mengajar," kata Adel Wahidi.
Ombudsman RI perwakilan Sumbar memberikan tenggat waktu selama 60 hari kepada pihak IAIN Bukittinggi untuk menindaklanjuti LHAP. "Jika LHAP sudah dilaksanakan pihak kampus, kasus ini tidak berlanjut sampai ke pihak kementerian," tegas Adel.
Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi Syahrul Wirda mengatakan, akan membicarakan hasil LHAP Ombudsman dengan rektor.
Syahrul juga menyebutkan bahwa Hayati sampai hari ini tetap memerima haknya sebagai fungsional dari IAIN Bukittinggi. "Kami belum bisa memastikan sanksi itu akan dicabut atau tidak. Yang jelas dalam waktu dekat, kami bicarakan dengan Rektor," tutur Syahrul Wirda.
Seperti diketahui, Hayati bersama sejumlah mahasiswi dilarang menggunakan cadar melalui surat edaran IAIN Bukittinggi. Bahkan, Hayati tidak diizinkan pihak kampus untuk mengajar selama semester genap tahun ajaran 2017/2018.
(rcc/JPC)
0 Response to "IAIN Bukittinggi Diminta Cabut Sanksi Doktor Hayati"
Posting Komentar