
Ari Juliano Gema, Deputi Fasilitasi HaKI dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Berkraf) kepada JawaPos.com, Rabu (11/4) menjelaskan, sertifikasi ini diperlukan untuk memberikan nilai jual terhadap seniman dan karya dari Indonesia.
Terlebih dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) semua harus mempunyai standar. "Dulu pernah ada DJ yang main ke luar negeri, tetapi karena belum mempunyai sertifikasi maka bayarannya tidak bisa 100 persen, melainkan hanya 60 persen saja," ungkapnya.
Untuk itu, adanya sertifikasi sangat perlu dilakukan. Selain itu, keberadaan sertifikasi di bidang musik dan film ini, Ari mengatakan, tidak hanya pada produk musik dan filmnya saja. Melainkan orang-orang yang memiliki peran dalam proses pembuatannya.
Seperti sound enginer, penata lampu, sutradara, penulis naskah, aktris, aktor dan juga yang lainnya. "Itulah yang akan kami fasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi," urainya.
Sertifikasi ini tidak hanya sekadar memberikan semacam pengakuan terhadap para pekerja seni tersebut. Melainkan ada semacam badan standarisasi yang sangat paham untuk bidang-bidang tersebut. Sehingga, untuk sertifikasi yang diberikan benar-benar kompeten atau sesuai dengan bidangnya.
"Ini juga untuk melindungi pekerja di Indonesia, misalkan nanti ada produser yang akan membuat film di Indonesia mereka tidak perlu membawa para pekerja dari luar. Karena di Indonesia juga sudah punya pekerja yang diakui karena tersertifikasi," tandasnya.
(apl/JPC)
0 Response to "Musik dan Film Didorong Lakukan Sertifikasi"
Posting Komentar