
Menurut Erwin, ada rasa keberatan dalam diri Novanto perihal ganti rugi yang harus dibayarkannya sebesar USD 7,3 juta atau sekitar Rp 100 miliar (kurs 13.800). "Saya rasa SN keberatan dengan ganti ruginya," ujarnya saat dikonfirmasi JawaPos.com, Sabtu (28/4).
Selain itu, Erwin juga menyebut para koruptor memang merasa takut jika hartanya dirampas. Maka dari itu, SN memang berfikir ulang perihal vonis yang diterimanya.
Novanto dihadirkan di Pengadilan Tipikor sebagai saksi untuk perkara lain, yaitu merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Bimanesh Sutarjo, Jumat (27/4). (Fedrik Tarigan/Jawa Pos)
"Yang membuat koruptor takut adalah hartanya dirampas, bukan masa tahanannya. Hal itu yang membuat dia (SN) berpikir ulang terhadap vonis," jelasnya.
Sementara itu, pakar hukum pidana Agustinus Pohan melihat, ada kekhawatiran mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, bahwa jika mengajukan banding, maka hukuman akan bertambah.
"Saya kira dia (SN) khawatir hukumannya akan ditambah oleh hakim pada tingkat banding," ujarnya.
KPK Tak Ajukan Banding
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan, pihaknya tidak akan mengajukan banding atas vonis yang telah dijatuhkan kepada Novanto. Pasalnya, hukuman tersebut dinilai telah sebanding dengan perbuatan yang dilakukan oleh Novanto.
"Kalau dari pihak KPK mungkin tidak ada banding," ungkapnya di Jakarta, Jumat (27/4).
Dikonfirmasi terpisah, Novanto menyampaikan belum memutuskan apakah akan majikan banding. "Kami ngobrol perlu apa tindak lanjut lagi gitu. Ya kita lihat nanti (mengajukan banding)," kata Novanto.
Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan dari perbincangan tersebut. Novanto masih mempertimbangkan soal pengajuan banding tersebut.
Lantaran pada kasus yang sama, terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong yang mengajukan banding hukumannya malah diperberat. "Ya kita lihat lah perkembangannya," terang Novanto.
Sebelumnya, Novanto divonis 15 tahun kurungan penjara dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan. Novanto terbukti secara sah bersama-sama melakukan korupsi pengadaan e-KTP sehingga merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dari proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.
"Mengadili, menyatakan Novanto terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan kepada terdakwa Setya Novanto 15 tahun pidana dan denda 500 juta," kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (24/4).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai perbuatan mantan Ketua DPR RI itu tidak mendukung program pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi. Dalam perkara ini, Novanto dinyatakan terlibat dalam korupsi senilai Rp 2,3 triliun, ketika yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar di DPR.
Novanto juga dinilai terbukti mendapat jatah USD 7,3 juta. Dia juga terbukti menerima jam tangan mewah bermerek Richard Mille seri RM 011 senilai USD 135 ribu.
Guna mengaburkan aliran dana proyek e-KTP, uang yang diterima Novanto tersebut diberikan dari orang yang berbeda. Novanto mendapat USD 3,5 juta dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur PT Murakabi Sejahtera selaku peserta lelang proyek e-KTP.
Ia juga mendapat USD 3,8 juta secara bertahap dari Made Oka Masagung pemilik OEM Investment. Dalam persidangan juga terungkap bahwa Setya Novanto telah mengembalikan uang Rp 5 miliar kepada KPK. Namun, dia bersikukuh tidak terkait dengan kongkalikong proyek e-KTP.
Di lain pihak, majelis hakim mengesampingkan nota pembelaan yang dibacakan Novanto pada Jumat (13/4). Bahkan hak politik Novanto dicabut selama lima tahun pasca menjalani proses hukuman.
Atas perbuatannya, Novanto terbukti melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(ipp/JPC)
0 Response to "Novanto Ragu Ajukan Banding Karena Takut Hukuman Diperberat?"
Posting Komentar