
"Ini memang persoalan rumit. Saya hanya bisa menuntut agar tidak ada satu wargapun yang haknya terlanggar dan dirugikan," kata Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Eko Riyadi dikonfirmasi Sabtu (28/4).
Secara aturan PT Angkasa Pura, sambungnya telah melakukan prosedur yang ditentukan terkait konflik lahan bandara tersebut, mulai dari pembebasan tanah melalui upaya konsinyasi hingga relokasi warga. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat pembangunan bandara yang telah ditargetkan penyelesaiannya.
Sementara warga terdampak yang masih tetap menolak dan masih tinggal di lahan terdampak masih ada sekitar 37 Kepala Keluarga (KK). Meski telah dilayangkan Surat Peringatan (SP) tiga namun mereka tetap menolak.
Lanjut Eko, mereka tetap merupakan warga negara yang haknya dijamin oleh konstitusi. Untuk itu tak ada alasan apapun mencabut atau menguranginya.
"Mereka berhak atas perlindungan dan pemenuhan seluruh hak-haknya tanpa terlanggar sedikitpun. Projek nasional tidak boleh menjadi alasan pencabutan dan pengurangan hak warga secara sewenang wenang. Maka, tetap hak mereka harus terpenuhi," paparnya.
Sebelumnya, SP 3 telah dilayangkan oleh PT AP I agar warga terdampak segera pindah dari lokasinya saat ini. Jika memang tetap tinggal, pertengahan Mei nanti akan dilakukan upaya persuasif dari petugas.
"Upaya yang kami lakukan adalah pemindahan. Kami akan usahakan warga yang masih bertahan bisa mendapat tempat tinggal yang lebih layak dibanding saat ini," kata Project Manager Pembangunan NYIA PT Angkasa Pura I, Sujiastono
(dho/JPC)
0 Response to "Warga Penolak Bandara Harus Tetap Terjamin Haknya"
Posting Komentar