JawaPos.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo belakangan mendapatkan sorotan dari elite partai politik. Hal itu dikarenakan dia melantik Komisaris Jenderal Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Sementara Gubernur Jawa Barat.
Sejumlah elite partai di parlemen antara lain dari Partai Demokrat, Gerindra dan PKS menginginkan DPR mengunakan haknya untuk melakukan angket kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas pelantikan Iriawan.
Catatan JawaPos.com, sebelum Iriawan Mendagri pernah menunjuk pejabat tinggi Polri sebagai Penjabat Gubernur. Dia adalah Irjen Pol Carlo Brix Tewu.

Mendagri melantik Irjen Tewu sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, menggantikan Pelaksana Harian (Plh) Ismail Zainuddin. Pelantikan itu dilakukan pada Jumat, 30 Desember 2016 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/P/2016.
Menengok jauh ke belakang, rupanya pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ada juga perwira tinggi yang ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur. Namun bukan dari Polri, melainkan dari TNI.
Adalah Asisten Personel Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Mayjen Tanri Bali Lamo yang ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, pada 2008. Mayjen Tanri juga menjadi Penjabat Sementara Gubernur Sulawesi Tengah pada 2011.
Lantas, apakah pengangkatan perwira aktif Polri melanggar peraturan perundang-undangan?
Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin mengatakan, penempatan perwira aktif Polri sebagai penjabat gubernur adalah pengangkangan terhadap undang-undang.
Menurutnya, memang undang-undang membuka ruang bagi anggota kepolisian dan anggota TNI untuk menduduki jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN). Tetapi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN tegas membatasi jabatan mana saja yang boleh diisi oleh anggota Polri/TNI.
"Jadi, tidak semua jabatan ASN. Seperti Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional, dan Jabatan Pimpinan Tinggi untuk pegawai ASN bisa diisi oleh anggota Polri atau Prajurit TNI," ujar Said dalam keterangannya, Selasa (19/6).
Merujuk Pasal 20 Ayat (2) dan Ayat (3) UU ASN, anggota Polri atau prajurit TNI hanya diperbolehkan mengisi jabatan ASN tertentu saja. Misalnya, jabatan yang ada pada instansi pusat, dan tidak untuk jabatan pada instansi daerah.
"Apa itu instansi pusat? Instansi pusat adalah kementerian, lembaga nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. Pada pos-pos inilah anggota Polri dan prajurit TNI boleh ditempatkan," katanya.
Namun, penempatan pada instansi pusat pun tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada asas kepatutan yang penting diperhatikan.
Misalnya, pada lembaga nonstruktural di tingkat pusat seperti KPU RI dan Bawaslu RI. "Tetapi apakah pantas anggota Polri atau prajurit TNI ditempatkan sebagai sekretaris jenderal di lembaga penyelenggara pemilu? tentu ini kurang tepat," ungkapnya.
(gwn/JPC)
https://www.jawapos.com/read/2018/06/19/221189/di-era-sby-ada-juga-penjabat-gubernur-dari-tni-aktif
0 Response to "Di Era SBY Ada Juga Penjabat Gubernur dari TNI Aktif"
Posting Komentar