Untuk menwujudkan impian itu, Iqbal, sapaan Muhibbal, mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Selasa (8/5). Bebeda dengan yang lain, Iqbal diberikan pelayanan istimewa saat mengerjakan soal-soal ujian.
Sebab, ia merupakan salah satu peserta SBMPTN katagori tuna netra yang berjuang untuk masuk PTN. Ketika menjalani ujian, Iqbal didampingi tiga orang sekaligus yang terdiri dari pendamping khusus, pembaca soal atau reader, dan pengawas ujian panitia lokal.
"Saya yakin dengan jawaban ketika menjawab soal-soal ujian," ungkap Iqbal ketika dijumpai JawaPos.com seusai ujian di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (FISIP) Unsyiah.
Sebelum mengikuti SBMPTN, Iqbal mengungkapkan sudah mempersiapakannya dengan sangat matang. Mulai membaca, memperlajari, dan mendengarakan pemahasan soal-soal ujian di Youtube. Ia sangat antusias mengikuti ujian dan berharap bisa diterima.
"Soalnya nggak susah. Apalagi saya sudah mempersiapkan ini jauh sebelum ujian dilaksanakan. Karena sejak kecil ingin kuliah," kata Iqbal senyum.
Pria kelahiran Sigli, 10 April 1997 silam ini ingin menjadi seorang dosen. Cita-cita ini sudah sejak kecil tersesit dibenaknya dan kini terus dipupuk serta berjuang mewujudkannya. Yakni menempuh pendidikan di PTN.
Iqbal memilih kelompok Campuran pada SBMPTN tahun ini, yakni Sains dan Teknologi (Saintek) dan Sosial dan Humaniora (Soshum). Ia mengikuti Ujian Tertulis Berbasis Cetak (UTBC), meskipun Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) tersedia.
"Saya pilih jurusan Pendidikan Khusus, Matematika, dan Bahasa Indonesia. Inginya diterima dijurusan Pendidikan Khusus, itu pilihan utama," jelasnya.
Ternyata, ada alasan kuat dan mendasar Iqbal memilih jurusan Pendidikan Khusus ketika mengikuti SBMPTN. Ia berkenginan, jika diterima dan lulus nanti bisa menjadi tenaga pengajar khusus untuk para disabilitas seperti dirinya. Selama ini tenaga-tenaga pendidik seperti ini masih sangat minim.
"Saya ingin menjadi pengajar dan berguna bagi mereka. Supaya tuna netra juga bisa sukses seperti orang-orang normal. Sama dengan yang lain," paparnya.
Meskipun berbeda dengan orang kebayakkan, Iqbal tetap tegar. Kekurangan yang dimiliki menjadi energi dan tenaga positif untuk tetap kuat menjalani aktivitas sehari-hari. Ia tak malu dan minder kekurangan yang diberi sang khalik padanya.
"Perasaan minder nggak ada, biasa saja. Saya juga tetap berintraksi dan bergaul dengan teman-teman sebaya. Nggak ada masalah kok," sebut anak dari pasanagan Razali Abdullah dan Patmati ini.
Keinginan melanjutkan studi di PTN merupakan tekad dan niat Iqbal sejak belia. Tak ada dorongan dan paksa agar dirinya kuliah atau sekedar mendapat pendidikan. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini sangat yakin bisa diterima di Unsyiah.
"Yakin, semoga saja lulus. Ikut SBMPTN ini memang keinginan diri sendiri tidak ada paksaan. Yang jelas orang tua dan keluarga sangat mendukung serta men-support," ceritanya.
Iqbal mengaku ujian yang diikutinya berjalan sukses dan lancar tanpa kendala yang berarti. Kendati demikian ada hal yang perlu diperhatikan pemerintah, khususnya pemangku pendidikan mengenai soal ujian. Sebab soal ujian untuk para disabilitas sulit dipahami apalagi tak dibarengai alat peraga atau bantu.
"Ada beberapa yang sulit dipahami meskipun ada yang membacakan soal atau reader-nya. Tadi nggak ada alat bantunya. Ini yang harus diperhatikan panitia, sebab kami tuna netra tidak sama dengan yang normal," jelasnya bercerita.
Semasa menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) beragam prestasi diraih Iqbal. Seperti menjuarai olimpiade metematika tingkat sekolah, kecamatan dan lainnya. Matematika menjadi mata pelajaran yang sangat digemari dan favorit.
"Saya lulusan Jurusan IT Sekolah Luar Biasa Negeri Bagian A (Tuna Netra) Kota Bandung. Dan menyukai matematika," tandasnya.
SBMPTN di Unsyiah sendiri diikuti sebanyak 14.833 peserta. Ribuan pendaftar SBMPTN itu terbagi dalam tiga kelompok, yakni sebanyak 5.078 memilih kelompok Sains dan Teknologi (Saintek), 4.009 orang memilih kelompok Sosial dan Humaniora (Soshum), dan sisanya Campuran.
(mal/JPC)
0 Response to "Kisah Muhibbal, Penyandang Tuna Netra Berjuang Menembus PTN"
Posting Komentar