
Menyikapi hal itu, banyak upaya dilakukan sebagian orang, organisasi, atau Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM) untuk menyelamatkan hutan demi kehidupan generasi masa depan. Caranya pun beragam.
Salah satunya seperti yang dilakukan Afrizal Akmal. Ia menamai gerakannya dengan sebutan Hutan Wakaf. Gerakan ini fokus dan konsen untuk menyelamatkan hutan di kawasan Aceh dari kerusakan dan perambahan, baik dilakukan perseorangan maupun swasta.
Afrizal Akmal inisiator gerakan Hutan Wakaf usai menanam pohon di kawasan Kabupaten Aceh Besar, Kamis (5/4). (Murti Ali Lingga/JawaPos.com)
“Inisiatif Hutan Wakaf ini dimulai sejak tahun 2012 di Banda Aceh. Kita melihat tidak ada instrumen yang menjamin atau mencegah tidak dilakukannya konversi,” kata Afrizal mengawali perbincangan dengan JawaPos.com di Banda Aceh, Kamis (5/4).
Afrizal mengutarakan, ide dan inisiatif gerakan ini muncul kerena keperihatinannya melihat kondisi hutan yang terus dirambah dan digerus. Bersama tiga inisitor lain yakni Azhar, Yoesman Nurzaman Tanjung dan Alit Ferdian, mereka turus melanjutkannya.
Gerakan ini terbilang lain dari pada gebrakan aksi peduli lingkungan khususnya hutan. Sebab mereka membeli lahan dari warga untuk dijadikan hutan wakaf untuk dikelola. Dana pembelian lahan tersebut berasal dari masyarakat atau donatur yang menyumbangkan dana. Afrizal dan rekan-rekannya mengumpulkan dana itu dengan membuka rekening donasi di salah satu bank.
“Kita mengumpulakan dana atau donasi untuk membeli lahan yang diberi nama Hutan Wakaf. Pengumpulan donasi masih terus berlangsung hingga sekarang,” katanya.
Dia mengungkapkan, cara yang mereka pilih untuk menyelamatkan ini adalah konservasi. Namun lebih dari seperti yang diketahui orang banyak. Masyarakat Aceh yang mayoritas muslim menjadi alasan paling mendasar untuk menamainya sebagai Hutan Wakaf.
“Ini konsep baru. Maka kita mencoba melakukan pendekatan dari sisi syariah yang kita sebut konsep Hutan Wakaf. Pada dasarnya sama saja, kita menanam pohon tapi instrumennya yang berbeda yakni instrumen wakaf,” jelas pria kelahiran Sigli, 1974 ini.
Gerakan ini fokus membeli lahan kritis dan potensial milik masyarakat yang dijadikan hutan. Lahan selanjutnya ditanami beragam pohon dan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang bisa memberikan manfaat kepada masyarakat.
“Buah-buahan, biji-bijian yang ada dalam hutan wakaf ini bisa dimanfaatkan untuk manusia dan seluruh satwa yang ada di dalamnya,” tuturnya.
Dasar membuat konsep Hutan Wakaf ternyata terinspirasi dari sebuah hadits. Yang inti pesannya menjelaskan dan mengajarkan manusia betapa pentingnya menanam pohon untuk kehidupan.
Selain itu, melalui pendekatan wakaf diyakini bahwa, sebuah wakaf tidak bisa dirubah fungsinya. Ketikan ikrar wakaf hutan maka sampai selamanya untuk hutan dan tidak bisa dikonversi untuk fungsi lain.
“Jika kamu memiliki sebuah batang kurma (pohon) dan sekiranya kamu besok mininggal, maka tanamlah. Jadi betapa pentingnya menanam pohon dalam Islam,” ungkap Afrizal, yang populer dikenal dengan nama Akmal Senja.
Sejak 2012 hingga kini, lahan yang sudah berhasil dibeli mencapai empat hektare lebih. Lahan itu berada di dua lokasi wilayah Kabupaten Aceh Besar yakni, di Gampong Jantho dan Gampong Cut Data. Pembelian ini dilakukan sercara bertahap sesuai jumlah donasi yang terkumpul.
“Rencananya ke depan akan membeli lahan baru. Tapi ini tergantung donasi yang terkumpul,” imbuhnya.
Menurutnya, masalah paling besar hutan yang kerap terjadi di Indonesia ialah konversi atau pengalihan lahan. Misalnya dari hutan lindung ke kebun sawit, hutan konservasi menjadi ke tambang dan masih banyak lainnya. Pemerintah melalui kebijakan dan wewenangnya tidak bisa menjamin secara penuh hutan akan tetap lestari.
“Nah, itu tidak ada jaminan yang menjaga dan memastikannya. Walaupun ada undang-undang yang mengatur. Suatu saat itu akan bisa dirubah. Artinya tergantung pada kekuasaan pada masanya,” paparnya.
Pria yang tak menyelesaikan studi Prodi Konservasi Sumber Daya Hutan di Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Yayasan Teungku Chik Pante Kulu, Aceh ini melanjutkan, di awal memulai gerakan sempat mengalami kesulitan. Donasi yang masuk pun minim karena banyak orang masih bertanya-tanya pada gerakan ini.
Di sisi lain, kampanye tentang Hutan Wakaf pun belum begitu massif dilakukan ketika itu. Bukti nyata atas gerakan ini belum terlihat. “Sekarang terus berkembang dan apresiasi makin banyak berdonasi. Artinya setiap orang berbagai kalangan baik aktivis lingkuangan, birokrat, seniman, mahasiswa dan lain sebagainya. Yang merasa ikut peduli melakukan donasi,” kata anak pertama dari empat bersaudara ini.
Ia melanjutkan, selama ini masih banyak orang beranggapan bahwa wakaf hanya ada khusus untuk masjid, pesantrean dan lainnya. Padahal banyak hal atau aspek yang bisa diberikan dan diwakafkan untuk kepentingan orang banyak, seperti kepeluan konservasi.
“Ketika ini kita kelola dan kita bangun menjadi hutan, insya Allah ada manfaatnya,” tambahnya.
Alasan Afrizal dan rekan-rekannya memilih kawasan Aceh Besar untuk membeli tanah Hutan Wakaf karena masih banyak lahan yang kritis dan potensial di sana. Selama ini potensi yang ada belum diperhatikan dan dikolelo dengan baik oleh warga maupun pemerintah setempat. Padahal jika digarap dengan baik akan memberikan dampak positif untuk kelestarian alam Aceh.
“Kita pilih ini, terutama di Jantho karena ia terhubung dengan Sungai Krueng Aceh dan ini hulunya. Jadi sumber air masyarakat Kota Banda Aceh dari Jantho. Ketika kita melakukan konservasi di sini maka dampak positifnya juga untuk kepentingan masyarkat Banda Aceh,” kata Afrizal yang kini berdomisili di Banda Aceh.
Gerakan ini terus melakukan kampanye di media sosial untuk menggalang simpati sekaligus dana. Mereka yang berdonasi tak hanya dalam negeri saja, khususnya Aceh. Namun ada juga dari mancanegara seperti Thailand, Jerman dan sejumlah negara lainnya. Besaran donasinya yang terima Afrizal sangat beragam mulai Rp 100 ribu; Rp 200 ribu; Rp 1 juta dan Rp 2 juta.
Ia pun berharap, semangat ini terus berkobar dan berlanjut untuk memperluas lahan Hutan Wakaf nantinya. Sehingga generasi selanjutnya masih merasakan manfaat akan hutan.
Sejatinya, semua orang harus memiliki inisiatif untuk menjaga hutan bukan hanya pemerintah. Ini agar terciptanya sumber daya hutan yang bisa bermanfaat untuk generasi masa depan.
(mal/JPC)
0 Response to "Hutan Wakaf Selamatkan Lingkungan dari Kehancuran"
Posting Komentar