
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, empat orang tersebut sedianya akan diperiksa di kantor POM TNI Cilangkap, untuk tersangka Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh. Namun mereka tidak menghadiri panggilan dengan alasan yang belum diketahui KPK.
"Penyidik membutuhkan keterangan para saksi untuk kebutuhan pembuktian. Namun 4 saksi tidak hadir dan belum ada informasi alasan ketidakhadiran," bebernya pada awak media, Senin (7/4).
Gedung KPK Merah Putih (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)
Kendati demikian, kata Febri besok KPK juga akan menjadwalkan pemanggilan terhadap saksi lain.
"Dalam proses penyidikan ini, KPK terus melakukan koordinasi dengan POM TNI untuk penanganan perkara. Saat ini dibahas perkembangan penyelesaian audit keuangan negara yang belum diterima baik oleh penyidik KPK ataupun POM TNI dari BPK," jelasnya.
Febri berharap, audit dari BPK bisa segera bisa menyelesaikan perihal kasus ini. Kemudian, lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga dilibatkan sebagai ahli terkait proses pengadaan helikopter AW.
"Kami juga berharap agar komitmen bersama antara KPK dan Panglima TNI serta jajaran tetap kuat untuk pemberantasan korupsi, termasuk penyelesaian kasus ini. Mengingat penyidikan sudah dilakukan sejak 2017. Penanganan perkara lintas yurisdiksi institusi sipil dan militer ini memang membutuhkan komitmen yang sama-sama kuat, baik KPK, Panglima TNI dan BPK," bebernya
Untuk diketahui, terbongkarnya dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101 berasal dari investigasi yang dilakukan Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto. Dengan bekerja cepat, pada 24 Februari 2017, hasil investigasi dikirimkan kepada Jenderal Gatot Nurmantyo.
Tampak jelas ada skandal dan konspirasi, Gatot pun bekerja sama dengan Kepolisian, BPK, PPATK, dan KPK untuk menelusuri lebih lanjut dugaan korupsi tersebut. Dilanjutkan penyelidikan yang dilakukan Pusat Polisi Militer (POM) TNI, didapati hasil bahwa ada kerugian negara dari pembelian heli tersebut sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar.
Hingga pada akhirnya, POM TNI menetapkan empat perwira sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) TNI AU, Kolonel Kal FTS SE; Marsma TNI FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK); Letkol. Adm TNI WW selaku pemegang kas; Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS yang menyalurkan dana pada pihak tertentu.
KPK sendiri sejauh ini baru menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen heli AW-101 senilai Rp 514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(ipp/JPC)
0 Response to "Dipanggil KPK, Empat Perwira TNI AU Mangkir"
Posting Komentar