Keputusan itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani di Jakarta kemarin (7/5). Cuti bersama sebanyak tujuh hari jatuh pada tanggal 11, 12, 13, 14, 18, 19, dan 20 Juni.
"Pemerintah telah menetapkan penyesuaian hari cuti bersama Idul Fitri melalui SKB (surat keputusan bersama, Red) tiga menteri yang ditetapkan tanggal 18 April 2018. Cuti bersama dilakukan mulai 11 hingga 20 Juni," jelas Puan.
Cuti bersama selama tujuh hari itu adalah keputusan kedua yang terkait dengan libur Lebaran tahun ini. Sebelumnya, pemerintah menetapkan cuti bersama empat hari saja. Namun, karena usulan dari Kemenhub dan Polri agar libur Lebaran diperpanjang supaya lalu lintas lebih longgar, pemerintah menambah tiga hari cuti bersama.
Namun, penambahan cuti bersama itu sempat ditentang kalangan usaha. Libur yang terlalu panjang dirasa bisa menimbulkan biaya tinggi. Sebab, kalangan usaha harus membayar lembur maupun proses produksi yang tersendat karena karyawan terlalu lama libur.
Ada yang mendukung, ada yang menentang. Puan menyatakan, keputusan tersebut sudah mempertimbangkan aspirasi berbagai pihak. Pemerintah ingin memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk bersilaturahmi dengan libur yang lebih panjang itu. Pengaturan lalu lintas yang lebih mudah juga menjadi alasan utama.
Terkait dengan kekhawatiran pelaku usaha dan tersendatnya pelayanan publik, Puan menegaskan bahwa hal itu juga menjadi perhatian pemerintah. Dia mengatakan, sektor perbankan, transportasi, ekspor-impor, imigrasi, dan bea cukai tetap melakukan pelayanan.
"Pemerintah memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat seperti rumah sakit, telekomunikasi, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan, imigrasi, bea cukai, perhubungan, dan lain sebagainya tetap berjalan seperti biasanya," paparnya.
Untuk mendukung hal tersebut, setiap kementerian/lembaga akan menugaskan pegawai tertentu untuk tetap masuk. Mereka yang tetap bekerja memberikan pelayanan dapat mengambil cuti di waktu lain tanpa mengurangi hak cuti tahunan.
Untuk sektor swasta, aturan cuti bersama Lebaran tidak wajib. Artinya, berlaku sesuai kesepakatan pengusaha dengan pekerja. "Cuti bersama di sektor swasta merupakan bagian dari cuti tahunan pekerja yang bersifat fakultatif (pilihan, Red). Ketentuan lebih lanjut akan ditetapkan oleh Kemenaker," tandas Puan.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengungkapkan, sejak lama pekerja di sektor swasta menggunakan libur yang fakultatif. Cuti bersama yang diatur pemerintah, menurut dia, bisa disesuaikan dengan urusan operasional perusahaan dan tentu kesepakatan dengan tenaga kerja.
"Upah dibayar sesuai dengan ketentuan upah kalau cuti. Jika lebih dari jam kerja normal, juga wajib dibayarkan upah lemburnya," tutur Hanif, yang kemarin ikut dalam pembahasan cuti bersama.
Untuk memberikan panduan pemberlakuan cuti bersama, Hanif menyatakan akan membuat surat edaran dalam waktu dekat.
Pro - Kontra Pengusaha
Menanggapi cuti Lebaran yang sudah diputuskan pemerintah, ada pelaku usaha yang senang, ada pula yang menentang. "Sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Kami selalu patuh aja. Keputusan mesti kami dukung dengan baik," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana saat dihubungi kemarin (7/5).
Danang mengungkapkan, libur Lebaran yang panjang akan menimbulkan keuntungan serta kerugian bagi pengusaha. Cuti panjang bakal menguntungkan pengusaha di sejumlah sektor seperti pariwisata, jasa transportasi, dan perhotelan. Sebab, bisnis mereka berpotensi meningkat selama masa liburan.
Namun, di sisi lain, menurut Danang, hal itu akan menurunkan produktivitas dan memicu hambatan di sektor-sektor yang bergantung satu sama lain. "Misalnya pengguna jasa pelabuhan atau aktivitas ekspor yang harus selalu berkoordinasi dengan operator dan jasa perbankan," tambah Danang.
Karena itu, lanjut Danang, beberapa catatan yang ada dalam keputusan tersebut, misalnya yang menjelaskan bahwa pelayanan publik tetap beroperasi, transaksi pasar modal tak terganggu, serta sektor perhubungan dan logistik dipastikan bisa tetap berjalan, dapat terealisasi dengan baik.
Danang menjelaskan, secara nasional agregat produktivitas Indonesia sudah terbilang rendah. Karena itu, yang menjadi catatan, menurut dia, ke depan pemerintah harus merancang perencanaan libur jauh-jauh hari atau bahkan berbulan-bulan sebelumnya. Dengan begitu, perusahaan dapat mempersiapkan dengan baik urusan operasional selama musim liburan. "Nah, yang jadi masalah, kan ini mendadak. Padahal, setiap tahun kan ada Lebaran. Jadi, seharusnya bisa diproses jauh sebelumnya," papar Danang.
Sementara itu, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) setuju bahwa cuti Lebaran yang panjang diyakini menjadi keuntungan tersendiri bagi pengusaha. Pengusaha ritel, khususnya di pusat perbelanjaan, optimistis masa liburan dapat meningkatkan konsumsi di sektor mereka.
"Bagus saja keputusannya. Secara operasional tidak akan mengganggu. Libur panjang malah lebih bagus. Kami punya lebih dari 300 pusat belanja, semua berpotensi dikunjungi saat liburan," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Stefanus Ridwan.
Bukan hanya pusat perbelanjaan di Jakarta, kebiasaan masyarakat Indonesia yang pulang kampung saat Lebaran juga membuka peluang meningkatkan omzet pusat perbelanjaan di daerah. "Saya kira, di daerah lain justru akan lebih besar peningkatannya," ucap Stefanus.
(lyn/agf/c11/ang)
0 Response to "Libur 12 Hari Nonstop Saat Lebaran, Pengusaha Diuntungkan"
Posting Komentar