JawaPos.com - Aljazair telah membiarkan dan meninggalkan lebih dari 13 ribu orang di Gurun Sahara selama 14 bulan terakhir, termasuk perempuan hamil dan anak-anak. Negara tersebut mengusir mereka tanpa makanan, air dan memaksa mereka berjalan, kadang-kadang di bawah todongan senjata, di bawah terik matahari. Beberapa tidak pernah berhasil keluar hidup-hidup.
Seperti dilansir dari Al Jazeera pada Selasa, (26/6), para migran dan pengungsi yang diusir dapat dilihat sebagai bintik di kejauhan di bawah suhu hingga 48 derajat Celcius. "Perempuan tergeletak mati, laki-laki makin lemah, orang-orang hilang di padang pasir karena mereka tidak tahu jalannya," kata Janet Kamara, yang sedang hamil pada saat itu.
"Aku kehilangan putraku, anakku," kata Kamara, yang merupakan warga Liberia yang diusir. Perempuan lain di awal usia dua puluhan juga melahirkan dan kehilangan bayinya.

Ujung Barat Daya Libya di Sahara yang berbatasan dengan Aljazair dan Niger telah berubah menjadi pintu terbuka bagi para migran dan pengungsi dari negara-negara sub-Sahara menuju Eropa. Pengusiran massal Aljazair telah terjadi sejak Oktober 2017, karena Uni Eropa memperbarui tekanan pada negara-negara Afrika Utara untuk menghadang migran dan pengungsi pergi ke Utara menuju Eropa melalui Laut Mediterania.
Juru Bicara Uni Eropa mengatakan, Uni Eropa menyadari apa yang dilakukan Aljazair tetapi negara-negara berdaulat dapat mengusir migran dan pengungsi selama mereka mematuhi hukum internasional. Tidak seperti Nigeria, Aljazair tidak pernah menerima uang dari Uni Eropa untuk mengurus krisis pengungsi.
Aljazair tidak menyebutkan angka bagi migran dan pengungsi yang diusir paksa. Namun jumlah orang menyeberang dengan berjalan kaki ke Nigeria telah meningkat sejak International Organization for Migration (IOM) mulai menghitung dari Mei 2017.
Secara keseluruhan, menurut IOM, total 11.276 pria, perempuan, dan anak-anak selamat dari perjalanan dengan jalan kaki tersebut. Setidaknya 2.500 lainnya dipaksa melakukan perjalanan yang sama ke negara tetangga Mali.
"Ada orang-orang yang tidak bisa menerimanya. Mereka duduk dan kami meninggalkan mereka. Mereka terlalu menderita," kata Aliou Kande, yang berusia 18 tahun dari Senegal.
Kande mengatakan, puluhan orang menyerah, ambruk ke pasir. Kelompoknya berjumlah 1.000 orang yang mengembara dari jam 8 pagi sampai jam 7 malam. Ia tidak pernah melihat orang yang hilang lagi.
"Mereka melemparkan kami ke padang pasir, tanpa telepon kami, tanpa uang," kata Kande.
Dua orang mengatakan kepada AP ada pihak yang menembaki mereka. Beberapa video yang dilihat oleh AP menunjukkan pria bersenjata berseragam yang berjaga.
Ju Dennis dari Liberia merekam deportasinya dengan telepon yang disembunyikannya di tubuhnya. Video tersebut menunjukkan orang-orang berdesakan di lantai truk terbuka, dengan sia-sia mencoba menundukkan tubuh mereka dari matahari dan bersembunyi dari polisi. "Anda menghadapi deportasi di Aljazair, tidak ada belas kasihan bagi kalian," kata orang yang mendeportasi mereka.
Otoritas Aljazair menolak berkomentar. Namun Aljazair di masa lalu telah membantah kritik kalau mereka melakukan pelanggaran hak dengan mengabaikan para migran dan pengungsi di padang pasir.
Aljazair menyebut tuduhan itu sebagai kampanye jahat yang dimaksudkan untuk mmebuat marah negara-negara tetangga.
(ina/JPC)
https://www.jawapos.com/read/2018/06/26/222846/aljazair-tinggalkan-13-ribu-pengungsi-di-gurun-sahara-tanpa-air
0 Response to "Aljazair Tinggalkan 13 Ribu Pengungsi di Gurun Sahara Tanpa Air"
Posting Komentar