JawaPos.com - Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara rampung menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk kasus suap yang melilit Johannes Budisutrisno Kotjo dan Eni Maulani Saragih. Usai menjalani pemeriksaan, Iwan menerangan jika penyidik mencecar berbagai pertanyaan perihal peran PJB dalam proyek PLTU Riau-1 ini.
"Jadi kami bermitra dengan BNR berdasarkan dari peraturan Menteri ESDM Nomor 9 tahun 2016 dimana dinyatakan bahwa saham yang dimiliki PT Pembangkitan di mulut tambang itu wajib minimal 10 persen diberikan kepada perusahaan tambang melalui afiliasinya," jelasnya, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/8).
Selain itu, katanya, ada juga ditanyakan soal pertemuan yang dijalani perusahaannya dengan Dirut PLN, Sofyan dan Johannes. Menurut Iwan, dalam pertemuan sebanyak empat kali tersebut hanya sebatas proyek dan rekan kerja.
"Ya berhubungan dengan PLN kan sebagai pemegang saham ya. Kalau Pak Kotjo kan mitra kami yang kami pilih sesuai peraturan menteri itu," ujarnya.
Kendati demikian, dia enggan merinci perihal penunjukkan itu apa usai pertemuan sebanyak empat kali, atau sebelum pertemuan memang sudah ditunjuk.
"Saya kira tanya penyidik aja lah ya," tukasnya.
Terpisah, terkait pemeriksaan Iwan, juru bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, Iwan diklarifikasi mengenai pengetahuannya perihal pertemuan yang dilakukan tersangka dengan pihak lain.
"Yang dikonfirmasi kepada saksi tentang pertemuan-pertemuan terkait dengan pembahasan proyek PLTU Riau-1," tukasnya.
Diketahui PT PJB merupakan pemimpin konsorsium pembangunan PLTU Riau-1. Konsorsium tersebut juga terdiri atas China Huadian Enginerring Co, Ltd (CHEC), PT Samantaka Batu Bara (anak usaha Blackgold), dan PT PLN Batu Bara (PLN BB).
Sebelumnya kasus yang menjerat anggota DPR RI dari partai Golkar, Eni Maulani Saragih ini berawal saat KPK mengadakan operasi tangkap tangan di lapangan.
Eni yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pertama kali dijemput di rumah dinas Idrus Marham yang berada di Widya Chandra saat mengadiri acara ulang tahun anak Idrus.
Kasus ini bermula saat KPK menduga Eni menerima uang sebesar Rp 500 juta bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini diduga merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar.
Pemberian pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, kedua Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga 8 Juni Rp 300 juta dan uang tersebut diduga diberikan melalui staf dan keluarga. Diduga peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait PLTU Riau-1.
Saat ditangkap KPK telah mengamankan barang bukti yakni uang sebesar Rp 500 juta dan dokumen tanda terima.
Sebagai pihak penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.
(ipp/JPC)
https://www.jawapos.com/read/2018/08/09/234618/diperiksa-dirut-pjb-dicecar-soal-pembahasan-proyek-pltu-riau-1
0 Response to "Diperiksa, Dirut PJB Dicecar Soal Pembahasan Proyek PLTU Riau-1"
Posting Komentar