Salah satu pokok penting yang disoroti dalam eksepsi itu adalah tentang audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 25 Agustus 2017 yang dinilai menyimpang dari ketentuan dan standar yang seharusnya.
"Laporan Audit Investigatif BPK 2017 tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan yang diatur oleh BPK sendiri, yaitu Peraturan BPK No.1 Tahun 2017, khususnya butir 21 sampai dengan 26" ujar Syafruddin saat membacakan eksepsi.
Syafruddin menuturkan, dalam peraturan BPK itu dinyatakan bahwa suatu laporan audit harus memiliki pihak yang diperiksa atau yang bertanggung jawab (auditee) dan harus menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau hasil keterangan lisan dan tertulis dari pihak yang diperiksa.
"Adapun Laporan Audit Investigatif BPK 2017 ini tidak ada satu pun auditeenya (pihak yang diperiksa) ditambah lagi data yang digunakan bukan data primer, melainkan data sekunder berupa bukti-bukti yang disodorkan oleh pihak penyidik KPK," papar Syafruddin.
Dalam Laporan Audit Investigatif BPK 2017 yang disertakan sebagai lampiran dalam surat dakwaan jaksa penuntut KPK, kata Syafruddin, pada bagian Bab II angka 6 mengenai Batasan Pemeriksaan, dengan jelas disebutkan bahwa pemeriksaan investigatif BPK hanya mendasarkan sebatas pada bukti-bukti yang diperoleh melalui penyidik KPK.
Selain itu di dalam Laporan Audit Investigatif tersebut banyak dan berulangkali memakai istilah "dugaan" atau "diduga", bukan berdasarkan data yang sudah dapat dipastikan kebenarannya.
Dalam eksepsinya, Syafruddin juga mempertanyakan, mengenai tanpa adanya pihak yang diperiksa dan data yang digunakan hanya sebatas pada data sekunder yang diperoleh dari penyidik KPK, bagaimana pihak pemeriksa BPK dapat melakukan pemeriksaan yang independen, objektif, dan profesional dalam meneliti bukti pemeriksaan, seperti diatur dalam Peraturan BPK No.1/2017 butir 14.
Dalam eksepsinya itu, Syafruddin juga mengungkapkan adanya pertentangan antara Laporan Audit Investigatif BPK 2017 yang menyatakan adanya kerugian negara dengan Laporan Audit BPK tertanggal 30 November 2006 yang menyimpulkan tidak ada kerugian negara.
"Audit BPK 2006 ini menyatakan bahwa Surat Keterangan Lunas layak diberikan kepada pemegang saham BDNI (PS) karena PS telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahan–perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2002," urai Syafruddin.
Lebih jauh, Syafruddin juga menunjuk Laporan Audit BPK 2002 yang pada pokoknya menyatakan MSAA telah Final Closing pada tanggal 25 Mei 1999 dengan adanya Release and Discharge.
(rdw/JPC)
0 Response to "Bacakan Eksepsi, Syafruddin Pertanyakan Audit BPK 2017"
Posting Komentar