
Ada yang setuju dengan revisi dan ada yang tidak setuju. Namun, bagi praktisi hukum di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Abdul Fatah SH MH menyatakan, perlu dilakukan revisi tersbut.
Alasannya, agar tugas istimewa dari DORS lebih sempurna. Pasalnya, anggota DPR merupakan pemegang amanah rakyat. Maka dari itu tentunya dibutuhkan undang-undang yang lebih sempurna demi kelancaran.
Bahkan, dia menyarankan kepada pihak-pihak yang tidak setuju, agar melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Fatah juga melanjutkan, terkait revisi UU ini argumentasinya adalah pasal 245 UU MD3 juga bukan pasal yang baru. Bahkan, yang semula terdiri dari delapan ayat, sekarang menjadi dua ayat.
Putusan MK juga tidak perlu izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemanggilannya. Akan tetapi, ke Presiden.
"Sehingga yang baru diubah menjadi pertimbangan MKD. Penafsiran pertimbangan itu, akan diatur pula dalam tata tertib anggota DPR," beber dia, Senin (5/3), di Kepanjen, Kabupaten Malang.
Masih kata Fatah, untuk Pasal 73 UU MD3, argumentasinya adalah, pemanggilan paksa bukan norma hukum baru. Artinya, tidak hanya ada di UU No 17 Tahun 2014 saja. Tetapi juga sudah ada di UU No 27 Tahun 2009.
Menurut dia, bukan pemanggilan paksanya yang baru. Melainkan penyempurnaan prosedur yang harus ada. "Hal ini karena kebutuhan tugas dan fungsi anggota DPR supaya amanah rakyat yang diberikan kepada DPR bisa berjalan sempurna," papaarnnya.
Sementara itu, untuk Pasal 122 UU MD3 ini, menurutnya bukan delik pidana, tidak ada sanksinya. Melainkan hanya job description terhadap MKD untuk mewakili DPR apabila ada orang atau sekelompok orang yang melakukan penghinaan.
Dia menjelaskan, setelah direvisi disebutkan, setiap orang itu artinya anggota DPR tugasnya sebagai pengawasan semakin sempurna.
Bisa memanggil siapapun, tentu dalam hal ini bertujuan untuk bisa menjalankan amanah rakyat dengan sempurna. Supaya tidak ada lagi hambatan di bidang pengawasannya. "Saya mendukung adanya revisi UU MD3 ini demi kemasalahatan bersama," tandas dia.
Sebagai informasi, dalam revisi UU MD3 dinilai ada tiga pasal kontroversial yang mendapat kritik keras publik dan harus dikoreksi. Pertama, pasal 73 yang menyatakan polisi diwajibkan membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.
Lalu, pasal 122 huruf K, menyatakan MKD bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Berikutnya, pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.
(tik/JPC)
0 Response to "Dukungan Revisi UU MD3 Datang dari Malang"
Posting Komentar