Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid menilai ada kesalahpahaman atas pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (isybal) dan potongan jenggot dari seseorang.
"Pandangan tersebut sangat tidak tepat. Radikalisme tidak hanya diukur melalui simbol-simbol aksesori belaka, tetapi lebih pada pemahaman ajaran agamanya," terang Zainut dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Sabtu (10/3).
Sehingga, kurang tepat baginya jika pelarangan tersebut beralasan menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar.
"Saya khawatir setelah larangan itu kemudian disusul dengan larangan berikutnya yaitu larangan mahasiswa yang memakai celana cingkrang dan berjenggot," tuturnya.
Dirinya melihat seharusnya dalam menangkal ajaran radikalisme butuh pendekatan yang lebih holistik, baik melalui pendekatan persuasif, edukatif maupun konseling keagamaan yang intensif.
"Semua pihak diharapkan menahan diri dan menjadikan hal ini alat untuk saling mendiskreditkan dan menyalahkan pandangan keagamaan di masyarakat. Dikhawatirkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam," tegasnya.
"Saya meminta kepada semua pihak hendaknya menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang wajar, proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan," tambahnya.
MUI menyerahkan otoritas dan kewenangan kepada rektorat UIN untuk mengatur kampusnya. Sebaiknya, penerapan peraturan tidak bertentangan dengan nilai agama, norma susila dan undang-undang yang ada.
Zainut berharap kampus tidak menjadi sarang penyebaran paham radikalisme dan atau tempat yang menanamkan sikap phobia terhadap agama Islam. Melainkan, tempat persemaian nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dan Islam yang rahmatan lil alamiin.
(rgm/JPC)
0 Response to "MUI : Radikalisme Jangan Hanya Diukur dari Simbol dan Aksesori"
Posting Komentar