"Penegakan hukum itu tidak bisa ditunda karena ada perhelatan politik seperti pilkada. Ada dampak atau impact yang konsekuensinya mudaratnya lebih besar," ungkap Abraham dalam sebuah diskusi bertajuk 'Korupsi, Pilkada dan Penegakan Hukum' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/3/2018).
Abraham mengkhawatirkan, jika penundaan pengumuman cakada yang terindikasi korupsi dikabulkan, kemungkinan tersangka bisa melenyapkan alat bukti. Selain itu menurutnya, bisa saja kepercayaan masyarakat terhadap kepala daerah juga menjadi buruk.
"Bupati terpilih, Gubernur terpilih lalu dilantik di lembaga pemasyarakatan. Tidak ada negara yang seperti ini. Ini kan merusak peradaban," ucapanya heran.
Dikatakan Abraham, saat masa kepemimpinannya di KPK dulu, pihaknya pernah membuat survey terhadap pilkada dan pilgub seluruh Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut, sebanyak 9o persen berlangsung tidak fair dan 10 persen berlangsung secara fair dikarenakan adanya money politic.
"Temuannya 90 persen berlangsung tidak fair, 1o persen fair dikarenakan money politic, permintaan Wiranto ditolak karena ada dampak buruk dan menciderai proses demokrasi berjalan," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyayangkan pernyataan yang dilontarkan oleh Wiranto. Ini Karena menurutnya, hukum tidak boleh disamaratakan dengan proses politik, karena memiliki proses dan prosedur berbeda.
"Kalau sampai proses hukum atas para tersangka ini ditunda hanya karena dia calon kepala daerah, maka ini memperlihatkan secara telanjang mata adanya diskriminasi," jelasnya.
Terkait penyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengatakan adanya beberapa calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka, Titi tak sependapat jika hal ini dilontarkan ke masyarakat. Sebab hal yang diutarakan Agus, ibarat seperti 'trailer' film dalam sebuah Film bioskop. Menurut Titi, seharusnya KPK langsung saja mengumumkan seseorang sebagai tersangka jika alat bukti sudah mencukupi.
"Saya juga tidak setuju kalau proses penegakan hukum itu pakai trailer atau teaser. Misal begini, 90 persen dari 34 kepala daerah itu sudah lengkap proses penyidikannya dan segera diumukan. Ya penegakan hukum itu jangan dipercepat, diperlambat ya normal saja. Kalau sudah cukup alat bukti umumkan, kalau belum nggak usah seperti film, ada trailer," tegasnya.
Kendati tak setuju dengan pernyataan Agus, Titi mengapresiasi kinerja KPK yang bisa menyelamatkan masyarakat dari beberapa calon kepala daerah yang salah (korupsi), lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT) beberapa waktu lalu. Tapi, dia kembali meminta KPK jangan menimbulkan spekulasi yang bisa membuat lembaga ini dicap ikut dalam politisasi hukum.
"Karena (KPK) publik minimal dapat info siapa calon korupsi, dan KPK tetap menegakan hukum secara prosedur tanpa menimbulkan spekulasi yang dibawa ke politik," tutupnya.
(ipp/JPC)
0 Response to "Penundaan Pengumuman Tersangka Ciderai Proses Demokrasi"
Posting Komentar