Plastik di Jakarta Kian Mengkhawatikan, Saatnya Kembali ke Besek

Partikel tersebut terutama dihasilkan dari limbah plastik dan styrofoam hasil aktivitas kehidupan manusia, yang mencemari lingkungan kota megapolitan. Jumlahnya makin meningkat.

Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) M.S. Sembiring
mengatakan, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, produksi sampah provinsi

DKI Jakarta mencapai 7.099,08 meter kubik. Angka ini meningkat 7.046,39 meter kubik pada tahun sebelumnya.

"84,7 persen dari jumlah sampah tersebut yang bisa terangkut. Sisanya terbuang di alam, termasuk mengalir ke laut. Parahnya, sampah tersebut didominasi oleh styrofoam dan jenis plastik lainnya," ungkaP dia kepada JawaPos.com, Sabtu (24/3).

Selain mengancam kesehatan manusia, partikel mikroplastik, terutama dari plastik-plastik kemasan juga sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup flora dan fauna.

“Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memiliki strategi khusus dalam menangani permasalahan ini. Tujuannya untuk menyelamatkan Jakarta dari ancaman mikroplastik ini,” ujar Sembiring.

Terkait problematika limbah plastik dan styrofoam, Yayasan KEHATI memperkenalkan gerakan 'back to besek' pada acara Festival Bambu dan Bilah Nusantara 2018 yang diadakan oleh Kelompok Tani dan Lingkungan Hidup (KTLH) Sangga Buana, Sabtu pekan lalu.

Pada kesempatan ini, KEHATI menjelaskan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno tentang pentingnya alternatif pengganti wadah dan bungkus berbahan styrofoam dan plastik, yaitu besek.

Manajer Program Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Yayasan KEHATI, Basuki Rahmad menjelaskan, penggunaan besek sebagai bungkus makanan memberikan banyak keuntungan kepada masyarakat.

Baik yang tinggal di hulu maupun hilir daerah aliran sungai (DAS) Jakarta. Secara ekologis, lanjut dia, masyarakat yang tinggal di hulu akan diminta menanam bambu untuk memenuhi bahan baku pembuatan besek.

Nantinya secara otomatis akan memberikan solusi banjir di Jakarta. Secara ekonomi, usaha kecil menengah masyarakat akan meningkat melalui usaha pembuatan besek.

“Penggunaan besek bambu ini merupakan salah satu upaya konkret dan nyata untuk mengurangi ancaman mikroplastik sebagai dampak penggunaan plastik dan Styrofoam. Sebagai langkah awal, Pemprov DKI bisa mengeluarkan kebijakan dengan cara menggunakan besek pada acara- acara internal, seperti rapat, jamuan, maupun pemberian souvenir,” jelas Basuki.

Ke depan, KEHATI berharap Pemprov DKI bisa mendorong perusahaan waralaba untuk menggunakan besek melalui skema kerja sama dengan UKM pemasok besek, sehingga sinergi antara pengusaha kecil menengah dan pengusaha besar bisa terjalin.

KEHATI juga berharap Pemprov DKI bisa memanfaatkan momentum dunia internasional yang sedang gencar memerangi sampah plastik.

"Hal ini terlihat dengan kesamaan tema yang diusung dua hari besar internasional, yaitu Hari Bumi (22 April), dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5 Juni) yaitu polusi plastik," pungkasnya.

(mam/JPC)

Let's block ads! (Why?)

https://www.jawapos.com/read/2018/03/24/198721/plastik-di-jakarta-kian-mengkhawatikan-saatnya-kembali-ke-besek

Related Posts :

0 Response to "Plastik di Jakarta Kian Mengkhawatikan, Saatnya Kembali ke Besek"

Posting Komentar