
Setidaknya ada 26 titik sungai di Kota Malang yang terpantau kritis. Hal itu berdasarkan pemantauan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang di 27 titik.
"Hanya satu titik pantau yang kondisi airnya di atas baku mutu air sungai berdasarkan peraturan gubernur (pergub)," ujar Kepala Bidang Kemitraan dan Pengendalian Lingkungan DLH Kota Malang Rahmat Hidayat ketika dikonfirmasi JawaPos.com, Rabu (7/3).
Sungai yang dipantau DLH antara lain Sungai Brantas, Metro, dan Bango. Sedangkan beberapa titik pantau yang kondisi airnya tercemar antara lain di Kasin, Bandulan, Muharto, seputaran Jalan Sulfat, serta Arjosari.
"Kondisi air sungai di bawah baku mutu yang ditetapkan ini menunjukkan indikasi pembuangan limbah cair ke sungai. Pembuangan limbah cair bisa dilakukan kelompok rumah tangga, juga kelompok usaha," terang Rahmat.
Padahal sebuah tempat usaha yang berpotensi menghasilkan limbah cair harus mengantongi Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). Adapun IPLC dikeluarkan DLH kabupaten/kota.
Rahmat menegaskan, semua tempat usaha yang berpotensi mengeluarkan limbah cair harus memiliki IPLC. "IPLC ini wajib. Limbah cair itu bisa medis dan nonmedis. Pembuangan limbah cair harus diatur sedemikian rupa karena berbahaya. Apalagi kalau di dalamnya ada unsur limbah Bahan Beracun dan Berbahaya," tegasnya.
Rahmat sendiri tidak bisa menyebutkan siapa pencemar paling tinggi di sungai. Apakah kelompok rumah tangga atau kelompok usaha. "Dua-duanya berkontribusi. Kalau persentasenya, saya harus melihat data terlebih dahulu," imbuhnya.
Kini, DLH Kota Malang sedang fokus kepada kelompok usaha. DLH menegakkan aturan tentang bagaimana kelompok usaha menuruti prosedur dan aturan tentang pengelolaan limbah B3. Termasuk di dalamnya limbah B3 cair.
Dari sekitar 150 tempat usaha berizin yang berpotensi mengeluarkan limbah cair, baru sekitar 50 persen yang mengantongi IPLC. "Karenanya saat ini kami dorong terus kelompok usaha untuk punya IPLC. Bisa jadi mereka tidak mengerti aturannya. Atau punya pengelolaan limbah cair tetapi belum standar," kata Rahmat.
Kelompok usaha yang didorong memiliki IPLC antara lain perhotelan, properti (perumahan dan apartemen), dan layanan kesehatan (rumah sakit, klinik, tempat dokter praktik bersama, dan Puskesmas). Ke depan termasuk kelompok usaha sentra UMKM.
"Ke depan, di perumahan juga kami dorong adanya IPAL komunal, juga pengelolaan tinja komunal. Kalau di permukiman penduduk, IPAL komunal bisa difasilitasi pemerintah. Tetapi pengembang perumahan harus menyediakan IPAL komunal di perumahan yang dibangun," tegas Rahmat.
Sementara menurut tenaga ahli dari sebuah perusahaan penyedia jasa IPAL, Deni Tarbian, ada tiga jenis limbah cair yang paling banyak keluar dari rumah atau tempat usaha. Yakni, limbah cair dapur, tempat cucian, maupun toilet.
"Salah satu cara menghitung kondisi air itu ada di atas baku mutu antara lain dengan menghitung kandungan COD (Chemical Oxigen Demand). Ini salah satunya bisa dilihat dari air kencing, atau bahan kimia organik lain," ujar Deni.
Kandungan lain yang diteliti untuk mengetahui apakah air itu tercemar atau tidak antara lain minyak dan lemak serta amoniak. Masyarakat bisa mengukur sendiri apakah kondisi air di sekitarnya tercemar. Termasuk kondisi air sungai. "Bisa dilihat dari bau dan warna air," tandasnya.
(fis/JPC)
0 Response to "26 Titik Sungai di Kota Malang Tercemar"
Posting Komentar